BUDAYA POSITIF DI SEKOLAH
A. Latar Belakang
Belum semua guru paham tentang penerapan inti konsep budaya positif di sekolah seperti disiplin positif, motivasi perilaku manusia,posisi kontrol guru, pembuatan keyakinan kelas/sekolah, dan penerapan segitiga restitusi. Diharapkan konsep inti dapat dipahami seluruh guru sehingga tercipta budaya positif di sekolah
B. Tujuan
meningkatkan pemahaman budaya positif pada semua guru Terbentuknya motivasi intrinsik siswa untuk menerapkan keyakinan kelas
C. Tolak Ukur
terlaksananya desimenasi konsep inti budaya positif di sekolah Terbentuknya keyakinan kelas berdasarakn kesepakatan Siswa konsisten menjalankan keyakinan kelas Terlaksananya penyelesaian masalah menggunakan segitiga restitusi
Bahwa sekolah diibaratkan sebagai tanah tempat
bercocok tanam sehingga guru harus
mengusahakan sekolah jadi lingkungan yang menyenangkan, menjaga, dan melindungi
murid dari hal-hal yang tidak baik. Dengan demikian, karakter murid akan
tumbuh dengan baik. Sebagai contoh, murid yang tadinya malas menjadi semangat,
bukan kebalikannya. Murid akan mampu menerima dan menyerap suatu pembelajaran
bila lingkungan di sekelilingnya terasa aman dan nyaman. Selama seseorang
merasakan tekanan-tekanan dari lingkungannya, maka proses pembelajaran akan
sulit terjadi.
Salah satu tanggung jawab seorang guru adalah bagaimana
menciptakan suatu lingkungan positif yang terdiri dari warga sekolah yang
saling mendukung, saling belajar, saling bekerja sama sehingga tercipta
kebiasaan-kebiasaan baik; dari kebiasaan-kebiasaan baik akan tumbuh menjadi
karakter-karakter baik warga sekolah, dan pada akhirnya karakter-karakter dari
kebiasaan-kebiasaan baik akan membentuk sebuah budaya positif.
Suatu lingkungan yang aman dan nyaman akan
memberikan murid kesempatan dan kebebasan untuk berproses, belajar dan belajar
lagi, sehingga mampu menerima dan menyerap suatu pembelajaran.
Standar
Nasional Pendidikan: Lingkungan yang positif sangat diperlukan agar
pembelajaran yang terjadi adalah pembelajaran yang berpihak pada murid
sebagaimana tertuang dalam standar proses pada Standar Nasional Pendidikan
Pasal 12 yaitu:
1) Pelaksanaan pembelajaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf
b diselenggarakan dalam suasana belajar yang:
a. interaktif;
b. inspiratif;
c. menyenangkan;
d. menantang;
e. memotivasi Peserta Didik untuk berpartisipasi aktif; dan
f. memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, kemandirian sesuai
dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik, serta psikologis Peserta Didik.
KONSEP INTI BUDAYA POSITIF
1. Disiplin Positif dan Nilai-nilai Kebajikan
Disiplin positif merupakan cara
menerapkan budaya positif yang mengajarkan anak bertanggungjawab dan
menumbuhkan kesadaran diri berdasarkan nilai-nilai kebajikan. Disiplin positif
lebih kearah disiplin diri yang dapat mengontrol diri dalam melakukan segala
tindakan.
disiplin diri dapat membuat murid
memahami dan menyadari bahwa disiplin positif yang dilakukan berasal dari
motivasi intrinsik, bukan dari ekstrinsik (hukuman atau penghargaan)
“dimana ada kemerdekaan, disitulah harus ada
disiplin yang kuat. Sungguhpun disiplin itu bersifat ”self discipline” yaitu
kita sendiri yang mewajibkan kita dengan sekeras-kerasnya, tetapi itu sama
saja; sebab jikalau kita tidak cakap melakukan self discipline, wajiblah
penguasa lain mendisiplin diri kita. Dan peraturan demikian itulah harus ada di
dalam suasana yang merdeka.
(Ki Hajar Dewantara, pemikiran, Konsepsi, Keteladanan, Sikap Merdeka,
Cetakan Kelima, 2013, Halaman 470)
Motivasi internal: Disiplin yang dimaksud
adalah disiplin diri, kesadaran sendiri
Motivasi eksternal: Disiplin yang berasal dari
luar (pihak lain), bukan dari dalam diri kita sendiri.
Nilai-nilai kebajikan yang disepakati bersama,
lepas dari suku bangsa, agama, bahasa maupun latar belakangnya. Nilai-nilai ini
merupakan ‘payung besar’ dari sikap dan perilaku kita, atau nilai-nilai ini
merupakan fondasi kita berperilaku.
Dr. William Glasser pada Teori Kontrol (1984), menyatakan
bahwa setiap perbuatan memiliki suatu tujuan,
Diane Gossen (1998), mengemukakan bahwa dengan
mengaitkan nilai-nilai kebajikan yang diyakini seseorang maka motivasi
intrinsiknya akan terbangun, sehingga menggerakkan motivasi dari dalam untuk
dapat mencapai tujuan mulia yang diinginkan.
Hukuman
dan Penghargaan, Restitusi
Dalam menjalankan peraturan ataupun keyakinan kelas/sekolah, bilamana ada
suatu pelanggaran, tentunya sesuatu harus terjadi.
Untuk itu kita perlu meninjau ulang tindakan penegakan peraturan atau
keyakinan kelas/sekolah kita selama ini. Tindakan terhadap suatu pelanggaran
pada umumnya berbentuk hukuman atau konsekuensi. Dalam Kegiatan ini akan diperkenalkan program disiplin positif yang
dinamakan Restitusi.
Restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi murid untuk
memperbaiki kesalahan mereka, sehingga mereka bisa kembali pada kelompok
mereka, dengan karakter yang lebih kuat (Gossen; 2004).
Restitusi juga merupakan proses kolaboratif yang
mengajarkan murid untuk mencari solusi untuk masalah mereka, dan membantu murid
berpikir tentang orang seperti apa yang mereka inginkan, dan bagaimana mereka
harus memperlakukan orang lain (Chelsom Gossen, 1996).
Restitusi à Sebuah Cara Menanamkan disiplin
positif Pada Murid
Ciri-ciri
Restitusi dengan Program disiplin lainnya:
- Restitusi bukan untuk menebus
kesalahan, namun untuk belajar dari kesalahan
- Restitusi memperbaiki hubungan
- Restitusi adalah tawaran, bukan
paksaan
- Restitusi menuntun untuk melihat ke
dalam diri
- Restitusi mencari kebutuhan
dasar yang mendasari tindakan
- Restitusi diri adalah cara yang
paling baik
- Restitusi fokus pada karakter
bukan tindakan
- Restitusi menguatkan
- Restitusi fokus pada solusi
- Restitusi mengembalikan murid yang berbuat salah pada kelompoknya
Prosedur
Pembentukan Keyakinan Kelas/Sekolah
- Mempersilakan warga sekolah atau
murid-murid di sekolah/kelas untuk bercurah pendapat tentang peraturan
yang perlu disepakati
- Mencatat semua masukan-masukan para
murid/warga sekolah di papan tulis atau di kertas besar (kertas ukuran
poster)
- Susunlah keyakinan kelas sesuai
prosedur ‘Pembentukan Keyakinan Sekolah/Kelas’. Gantilah kalimat-kalimat
dalam bentuk negatif menjadi positif.
- Tinjau kembali daftar curah pendapat
yang sudah dicatat.
- Tinjau ulang Keyakinan Sekolah/Kelas
secara bersama-sama.
- Setelah keyakinan sekolah kelas selesai dibuat, maka semua warga kelas
dipersilakan meninjau ulang, dan menyetujuinya dengan menandatangani
keyakinan sekolah/kelas
- Keyakinan Sekolah/Kelas selanjutnya bisa
dilekatkan di dinding kelas
PERBEDAAN
PERATURAN KELAS DAN KEYAKINAN KELAS
NO |
PERATURAN KELAS |
KEYAKINAN KELAS |
1. |
Dilarang membuang sampah sembarangan |
menjaga kebersihan |
2. |
Tidak berbicara pada saat guru menerangkan |
Mendengarkan saat guru menerangkan |
3. |
Tidak boleh bermain didalam kelas |
Tertib dalam kelas |
4. |
Dilarang makan didalam kelas |
Makan pada waktu istirahat |
5. |
Tidak merusak fasilitas kelas |
Menjaga fasilitas kelas |
6. |
Tidak boleh datang terlambat |
Masuk kelas tepat waktu |
7. |
Dilarang berbicara kasar |
Berbicra dengan sopan |
8. |
Dilarang mencontek |
Mengerjakan dengan jujur |
9. |
Tidak boleh keluar kelas tanpa ijin guru |
Meminta ijin ketika akan keluar kelas |
10. |
Tidak boleh memakai seragam selain ketentuan |
Memakai seragam sesuai ketentuan |
1). Kebutuhan
Bertahan Hidup
contoh: kesehatan, rumah dan makanan
2). Kasih
sayang dan Rasa Diterima (Kebutuhan untuk Diterima)
contoh: teman. Keluarga, sekolah,dll.
3). Penguasaan
(Kebutuhan Pengakuan atas Kemampuan)
contoh: mencapai sesuatu, menjadi
kompeten, menjadi terampil
4).
Kebebasan (Kebutuhan Akan Pilihan)
contoh: memiliki pilihan, berpendapat
5). Kesenangan
(Kebutuhan untuk merasa senang)
contoh: bermain. Tertawa, tamasya dll.
Berdasarkan pada teori Kontrol Dr. William
Glasser, Gossen berkesimpulan ada 5 posisi kontrol yang diterapkan seorang
guru, orang tua ataupun atasan dalam melakukan kontrol.
- Penghukum
-”Patuhi aturan saya, atau awas !”
- “kamu selalu saja salah”
2.
Pembuat Merasa Bersalah
-” “Ibu sangat kecewa sekali dengan
kamu”!”
- “Berapa kali Bapak harus memberitahu kamu ya?”
3.
Teman
-” Ayo ingat tidak bantuan Bapak
selama ini?”
- “Ya sudah kali ini tidak apa-apa.
Nanti Ibu bantu bereskan”.
4.
Pemantau
-” Apa yang telah kamu lakukan?”
- “Sanksi atau konsekuensinya apa”
5.
Manajer
-” Apa yang kita yakini?” (kembali ke keyakinan
kelas) !”
Sisi 1.
Menstabilkan Identitas (Stabilize the Identity)
• Berbuat salah itu tidak apa-apa.
• Tidak ada manusia yang sempurna
• Saya juga pernah melakukan kesalahan
seperti itu.
• Kita bisa menyelesaikan ini.
• Bapak/Ibu tidak tertarik mencari
siapa yang salah, tapi Bapak/Ibu ingin mencari solusi dari permasalahan ini.
• Kamu berhak merasa begitu.
• Apakah kamu sedang menjadi teman
yang baik buat dirimu sendiri?
Sisi 2.
Validasi Tindakan yang Salah (Validate the Misbeh)
• “Padahal kamu bisa melakukan yang
lebih buruk dari ini ya?”
• “Kamu pasti punya alasan mengapa
melakukan hal itu”
• “Kamu patut bangga pada dirimu
sendiri karena kamu telah melindungi sesuatu yang penting buatmu”.
• “Kamu boleh mempertahankan sikap
itu, tapi kamu harus menambahkan sikap yang baru.”
Sisi 3.
Menanyakan Keyakinan (Seek the Belief)
• Apa yang kita percaya sebagai kelas
atau keluarga?
• Apa nilai-nilai umum yang kita telah
sepakati?
• Apa bayangan kita tentang kelas yang
ideal?
• Kamu mau jadi orang yang seperti
apa?
Contoh Pelaksanaan segitiga restitusi
E. Lini
Masa
Berkoordinasi dengan semua guru dan siswa melakukan
diseminasi konsep inti budaya positif Menyusun keyakinan kelas
F. Dukungan
Semua Guru Siswa Rekan Sejawat Wali Murid dll
G. Kesimpulan
Budaya positif disekolah membentuk Karakter murid, guru dan visi serta
misi sekolah
Peran guru dalam menciptakan Budaya Positif di
Sekolah
Seorang guru yang baik harus memiliki kemampuan
dalam menciptakan budaya positif di sekolah